Rabu, 26 Oktober 2011

Ayah, Kembalikan Tanganku !

       Sepasang suami isteri – seperti pasangan lain di kota- kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah selama keluar bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan berusia tiga setengah tahun. Di rumah dia biasanya dibiarkan pembantunya yang sibuk bekerja, tetapi pintu pagar tetap dikunci. Bermainlah dia, berayun-ayun di atas ayunan yang dibelikan ayahnya, ataupun memetik bunga di halaman rumahnya. Suatu hari dia melihat sebatang paku berkarat. Dia pun mencoret semen tempat mobil ayahnya diparkirkan. Tetapi karena lantainya terbuat dari marmer, coretan tidak kelihatan. Dicobanya pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna gelap, coretannya tampak jelas. Anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.

           Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena macet. Setelah penuh coretan disebelah kanan mobil, dia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing, dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari si pembantu rumah. Saat Sore hari, terkejut pasangan itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran cicilan. Sang ayah yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa ini?” Pembantu rumah yang terkaget dengan jeritan itu berlari keluar. Mukanya merah dan ketakutan terlebih – lebih ketika melihat wajah bengis majikannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘Tak tahu… !” “kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” sambung si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata “Ita yg membuat itu ayahhh.. cantik kan!” katanya sambil memeluk ayahnya ingin bermanja seperti biasa. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari depannya, terus dipukulkannya berkali - kali pada telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa-apa berteriak kesakitan sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula bagian belakang tangan anaknya. Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan.  
           Pembantu rumah hanya terbengong, tidak tahu harus berbuat apa ?. Si ayah cukup rakus memukul-mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka2 dan berdarah. Pembantu rumah kemudian memandikan anak kecil itu. Sambil menyiram air sambil dia ikut menangis. Anak kecil itu juga terjerit - jerit menahan kepedihan saat luka2nya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumahnya itu. Keesokkan harinya, kedua-dua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu kepada majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab majikannya, ayah si anak itu. Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu tetapi setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Ita demam…” jawab pembantunya ringkas. “Kasih minum panadol ,” jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk anaknya di kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Ita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik.” kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan ia dirujuk ke rumah sakit karena keadaannya serius. Setelah seminggu di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. “Tidak ada pilihan..” katanya yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena luka sudah semakin parah. “Lukanya sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu dipotong dari siku kebawah” kata dokter. 
           Si ayah dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar - getar menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang operasi, selepas obat bius yang suntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga heran melihat kedua tangannya berbalut kain kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. “Ayah.. Ibu… Ita tidak akan melakukannya lagi. Ita tak mau ayah pukul. Ita tak mau jahat. Ita sayang ayah.. sayang ibu” katanya berulang kali membuat sang ibu tak kuasa menahan rasa sedihnya. “Ita juga sayang Kak Narti..” katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuatkan gadis dari Surabaya itu meraung histeris. “Ayah.. kembalikan tangan Ita. Untuk apa diambil.. Ita janji tdk akan mengulanginya lagi!Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita janji tdk akan mencoret2 mobil lagi,” katanya berulang-ulang. Serasa mau copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung2 dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya. Bahkan ayahnya pun hanya bisa duduk tak berdaya diatas sebuah sofa rumah sakit.


sumber : http://lebay.in//yj

Tidak ada komentar:

Posting Komentar